Hukrim

Lapor Kekerasan Seksual, Orang Tua Korban di Gresik Malah Digugat Pelaku

liputanbojonegoro637
×

Lapor Kekerasan Seksual, Orang Tua Korban di Gresik Malah Digugat Pelaku

Sebarkan artikel ini
3723ddc9 94eb 4a72 b1fe 230f23652862

Liputanbojonegoro.com, Gresik – Kasus dugaan persetubuhan anak di bawah umur di Gresik, Jawa Timur, kembali menyita perhatian publik. Pelaku yang berinisial AM (48), seorang warga Pulau Bawean, mengajukan gugatan perdata terhadap orang tua korban. Gugatan tersebut menuduh orang tua korban telah melakukan pencemaran nama baik.

Gugatan yang diajukan oleh AM ini telah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Gresik dengan nomor perkara 66/Pdt.G/2025/PN.Gsk. Ironisnya, AM sendiri saat ini masih berstatus sebagai tersangka dan tengah menjalani penahanan di Polres Gresik terkait kasus pidana persetubuhan anak.

Sidang perdana dengan agenda mediasi telah digelar pada Kamis, 21 Agustus 2025. AM tidak dapat hadir secara langsung dan diwakili oleh tim kuasa hukumnya, Jufri Arsad, S.H., dan Wiwik Anis Rahmawati, S.H.

Langkah hukum yang diambil AM ini menuai kecaman dari berbagai pihak. Kuasa hukum keluarga korban, Nurul Ali, menyayangkan gugatan tersebut. Menurutnya, gugatan ini merupakan bentuk intimidasi terhadap pelapor yang seharusnya dilindungi oleh hukum.

“Orang tua korban melapor karena hak mereka yang dijamin oleh Pasal 108 KUHAP,” ujar Nurul. “Gugatan ini justru berpotensi menjadi kriminalisasi balik yang mengancam masyarakat untuk melaporkan tindak pidana.”

Humas Pengadilan Negeri Gresik, Bagus, menjelaskan bahwa PN Gresik tetap harus memproses setiap gugatan yang masuk, tanpa memandang status hukum penggugat.

“Kami tidak punya kewenangan untuk menolak perkara. Namun, sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016, jika salah satu pihak tidak hadir dalam mediasi selama 30 hari, gugatan bisa dinyatakan gugur,” jelasnya.

Menanggapi hal ini, Forum Pimpinan Media Nasional (Forpimnas) melalui ketuanya, Bambang Setyawan, meminta aparat penegak hukum untuk tetap fokus pada kasus pokoknya.

“Gugatan pencemaran nama baik ini tidak boleh mengaburkan fokus utama, yaitu dugaan tindak pidana terhadap anak,” tegas Bambang. “Aparat penegak hukum harus memastikan gugatan ini tidak menjadi alat untuk membungkam pelapor.”

Meskipun mendapat gugatan, orang tua korban menyatakan tidak gentar. Mereka bertekad akan terus berjuang untuk mencari keadilan bagi anak mereka.

“Kami tidak akan mundur. Kami percaya hukum akan berpihak pada kebenaran. Pelaku harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku,” ungkap orang tua korban.

Dalam kasus persetubuhan anak, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda hingga Rp5 miliar.

Sidang mediasi lanjutan dijadwalkan pada Kamis, 28 Agustus 2025. Masyarakat kini menanti kelanjutan kasus ini dan berharap keadilan dapat ditegakkan tanpa adanya intimidasi hukum.