Liputanbojonegoro.com, Bojonegoro – sebuah kabupaten yang dikenal kaya akan potensi minyak dan gas bumi serta hasil kayu jatinya, kini memiliki identitas baru yang tak kalah membanggakan. Hutan jatinya ternyata menyimpan kekayaan alam tersembunyi, yakni anggrek langka Dendrobium capra.
Anggrek ini ditemukan kembali berkat penelitian oleh Dr. Laily Agustina, seorang dosen Ilmu Lingkungan di Universitas Bojonegoro. Ketertarikannya pada anggrek ini bermula dari kebutuhan untuk melengkapi berkas Dossier Geopark yang diajukan Bojonegoro ke UNESCO Global Geopark (UGGp). Dalam prosesnya, ia menemukan catatan ilmiah yang mengungkap keberadaan flora endemik ini.
Anggrek Dendrobium capra ternyata hanya ditemukan di Bojonegoro. Penelitian sebelumnya oleh Yulia dkk. (2008) menyebut anggrek ini juga pernah ada di Madiun. Namun, 12 tahun kemudian, pemantauan Trimanto dkk. (2022) menemukan bahwa populasi di Madiun telah hilang sepenuhnya. Praktis, Bojonegoro menjadi satu-satunya tempat di mana anggrek ini masih bisa ditemukan, dengan total populasi 215 individu yang tersebar di RPH Sugihan (17 individu), RPH Sukun (43 individu), dan RPH Dodol (155 individu).
Anggrek ini memiliki ciri khas yang menawan. Batangnya yang tegak bisa mencapai 40 cm, dengan daun hijau kusam berbentuk lonjong. Bunganya memang kecil, berdiameter 2,5 hingga 3 cm, namun memukau dengan perpaduan warna hijau kekuningan dan garis ungu di bagian bibir. Keunikannya adalah anggrek ini hanya dapat tumbuh menempel pada batang jati tua yang berusia lebih dari 50 tahun.
Di balik keindahannya, Dendrobium capra sangat rentan. Bunga ini hanya mekar sekali setahun, yaitu pada bulan Februari, yang membuat laju reproduksinya sangat lambat. Di sisi lain, pohon jati tempatnya hidup sering ditebang karena sudah memasuki masa panen. Hal ini menimbulkan dilema, karena keberlangsungan hidup anggrek ini bergantung pada kelestarian pohon jati yang menjadi habitatnya.
Menurut Dr. Laily, anggrek endemik ini adalah pengingat bahwa hutan jati lebih dari sekadar aset ekonomi. Ia menggambarkan Dendrobium capra sebagai perumpamaan untuk perempuan Bojonegoro: cantik, sederhana, tidak mencolok, namun tangguh menghadapi lingkungan yang kering. Anggrek ini berpotensi menjadi simbol kebanggaan Bojonegoro, namun kebanggaan tersebut harus diiringi dengan kesadaran untuk melindunginya.
Saat ini, status konservasi anggrek ini adalah Endangered (EN) menurut IUCN, dan sedang diusulkan untuk naik menjadi Critically Endangered. Kondisi ini membuka peluang besar untuk penelitian konservasi dan pengembangan program reintroduksi untuk memperluas populasinya.
Publikasi tentang anggrek ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik, bukan malah memicu perburuan liar. Dr. Laily mengajak masyarakat untuk mengagumi keindahan Dendrobium capra tanpa harus memilikinya, dan menjadikannya inspirasi seni, seperti motif batik atau lukisan. Sosialisasi lintas generasi juga diperlukan agar anggrek ini dapat dijaga bersama-sama.
Dr. Laily menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam upaya konservasi. Langkah-langkah yang bisa diambil termasuk menetapkan habitat Dendrobium capra sebagai kawasan lindung, menjadikannya flora kebanggaan Bojonegoro, dan mengembangkan program reintroduksi.
Dengan menjaga flora langka ini, Bojonegoro tidak hanya akan dikenal sebagai pusat migas dan kayu jati, tetapi juga sebagai rumah bagi spesies langka dunia. Ini adalah kebanggaan yang tidak ternilai harganya.