PemerintahanPeristiwa

Perjuangan 17 Tahun Takim ‘Kok Gito-Gito’ Wujudkan Kesetaraan Lewat Pantomim

liputanbojonegoro637
×

Perjuangan 17 Tahun Takim ‘Kok Gito-Gito’ Wujudkan Kesetaraan Lewat Pantomim

Sebarkan artikel ini
237b069c 13e7 4b8e a2a0 514eb7e6f641

Liputanbojonegoro.com, Bojonegoro – Seniman pantomim Moch Mustakim, yang akrab disapa Takim Kok Gito-Gito, telah membuktikan bahwa seni dapat menjadi jembatan menuju kesetaraan dan inklusi. Di balik nama panggungnya, tersimpan kisah perjuangan selama 17 tahun dalam mendirikan Actore Mediart, sebuah rumah bagi komunitas teman tuli dan teman dengar di Bojonegoro. Tempat ini tidak hanya menjadi ruang berkarya, tetapi juga wadah untuk menumbuhkan mental, kepercayaan diri, dan kemampuan bersosialisasi bagi teman tuli.

Membangun Ruang Inklusif dari Keprihatinan
Tekad Takim berawal setelah lulus SMA, saat ia aktif berkesenian di belakang Sekolah Luar Biasa (SLB) Perak. Ia melihat anak-anak SLB kerap melintas dan merasa mereka masih tersisihkan dari kehidupan bermasyarakat. Dorongan untuk memberi ruang berkarya akhirnya memotivasinya untuk mengumpulkan 20 anak tuli, yang ia sebut sebagai “teman tuli.”

Komunikasi menjadi tantangan awal, mendorong Takim untuk mempelajari bahasa isyarat. Ia memilih pantomim sebagai medium utama, sebab seni tanpa kata ini efektif dalam menyampaikan pesan dan menjadi alat kuat untuk melatih rasa percaya diri serta kemampuan bersosialisasi.

Berjuang di Bawah Terik dan Hujan
Perjalanan komunitas ini jauh dari kata mudah. Selama 15 tahun pertama, aktivitas berkarya dilakukan secara berpindah-pindah, seringkali di halaman terbuka, di bawah teriknya matahari atau derasnya hujan, karena mereka belum memiliki tempat naungan. “Saya tidak mau menyerah, karena saya percaya anak-anak ini punya potensi besar,” ujar Takim saat ditemui di Actore Mediart pada Rabu (24/09/2025).

Dua tahun terakhir, impian itu akhirnya terwujud. Dengan modal sendiri, Takim berhasil membangun sebuah kedai kecil bernama Actore Mediart, didampingi sebuah halaman inklusi yang menjadi ruang terbuka untuk berkesenian.

Kini, Actore Mediart dan halaman inklusi telah menjadi rumah kedua bagi teman tuli. Selain berlatih pantomim, mereka juga belajar mengelola perekonomian melalui greenhouse dan peternakan, serta berinteraksi langsung dengan masyarakat. Tempat ini bahkan difungsikan sebagai ruang belajar bahasa isyarat bagi pengunjung. “Tujuan saya hanya satu, bagaimana anak-anak ini tumbuh dengan mental yang baik untuk bersosialisasi di tengah masyarakat,” tegasnya.

Perjuangan ini telah membuahkan prestasi nyata di tingkat nasional. Anak didiknya, Septian Adif Saugi, meraih juara 1 pantomim FLS2N tingkat nasional di Makassar, dan Yoga Falakh Ramadhan menyabet juara 2 di FLS2N nasional Surabaya. Takim sendiri diakui kontribusinya dengan tampil sebagai pembicara di forum TEDx Surabaya dan dipercaya sebagai juri seleksi nasional FLS2N.

Salah satu momen paling berkesan adalah ketika mereka sukses menggelar pertunjukan selama tujuh hari tujuh malam dengan panitia yang didominasi oleh 28 teman tuli, membuktikan bahwa teman tuli mampu berada di posisi depan dan berdiri sejajar. “Ini tentang bagaimana anak-anak ini bisa berdiri tegak, percaya diri, dan menunjukkan pada dunia bahwa mereka mampu,” tutup Takim penuh haru.

Harapan untuk Dukungan Pemerintah
Melihat keistimewaan teman tuli Bojonegoro yang terampil dan bermental kuat, Takim berharap pemerintah dan pihak terkait memberikan perhatian lebih, bukan semata bantuan materi, melainkan penyediaan fasilitas yang benar-benar membantu aktivitas sehari-hari teman tuli.

Actore Mediart saat ini berdiri sebagai simbol keteguhan hati Takim. Anak-anak yang dahulu merasa tersisihkan kini mampu meraih prestasi di panggung nasional, membuktikan bahwa pantomim adalah jembatan kesetaraan yang nyata.