Liputanbojonegoro.com, Bojonegoro – Wakil Bupati Bojonegoro, Nurul Azizah, bersama Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) RI, H. Yandri Susanto, S.Pt., M.Pd., dan Wakil Menteri Ir. H. Ahmad Riza Patria, M.B.A., menghadiri acara rembuk warga dan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara Kementerian Desa PDTT dengan Universitas Brawijaya (UB) di Wisata BABO, Kamis, (24/07/2025) Di Sidobandung, Kecamatan Balen, Bojonegoro.
Acara ini menandai langkah penting dalam mempererat kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan dunia akademisi untuk mewujudkan desa yang mandiri.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Nurul Azizah memaparkan tiga prioritas pembangunan utama di Bojonegoro: penurunan angka kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ia mengungkapkan bahwa angka kemiskinan di Bojonegoro saat ini mencapai 11,69%, mencakup 147.320 warga atau sekitar 54.000 KK.
Untuk mengatasi kemiskinan, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro meluncurkan program Gayatri, yang menyediakan 54 ekor ayam petelur lengkap dengan pakan, vitamin, dan vaksin selama tiga bulan kepada setiap KK miskin.
Program ini didukung oleh Dana Desa (10%) dan APBD (sekitar Rp 90 miliar). Selain itu, program Lele dalam “Best Deker” (budidaya lele di depan rumah warga) dan Domba Kesejahteraan turut dijalankan untuk meningkatkan pendapatan warga miskin produktif.
Di sektor pendidikan, Pemkab Bojonegoro memfokuskan pada percepatan Kejar Paket B dan C guna mengatasi 6.100 warga yang belum menuntaskan pendidikan SMP atau SMA. Bidang kesehatan diperkuat dengan program Universal Health Coverage (UHC) yang menjamin 100% warga Bojonegoro mendapatkan layanan kesehatan gratis. Inovasi seperti konsultasi via WhatsApp untuk mengurangi antrean di Puskesmas dan pendekatan jemput bola dalam pemberian obat serta penanganan pasien TBC juga diterapkan.
Peningkatan ekonomi desa didorong melalui upaya menaikkan kelas UMKM, pemberian bantuan kepada pedagang keliling, dan penataan PKL. Percepatan pembangunan infrastruktur juga dilakukan melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) atau Bantuan Keuangan Desa (BKD) dengan program Padat Karya yang melibatkan warga miskin sebagai tenaga kerja.
Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., menyambut baik kolaborasi ini dan memperkenalkan program unggulan UB, Mahasiswa Membangun Desa (MMD). Tahun ini, 1.000 mahasiswa dari 14 fakultas diterjunkan ke 76 desa di lima kabupaten, termasuk Bojonegoro, tepatnya di Desa Pilanggede, Ngadiluhur, dan Sidobandung, Kecamatan Balen.
Tujuan MMD adalah membekali mahasiswa dengan pengalaman langsung di lapangan serta menerapkan teknologi tepat guna untuk mendukung pembangunan desa. Prof. Widodo juga menyoroti potensi pengembangan peternakan sapi perah di Bojonegoro, melihat rendahnya produksi susu nasional yang baru mencapai 20% dari kebutuhan.
Wakil Menteri Desa PDTT, Ir. H. Ahmad Riza Patria, M.B.A., menegaskan komitmen Kementerian Desa dalam mengatasi tiga isu fundamental di desa: Sumber Daya Manusia, infrastruktur, dan pembiayaan/permodalan. Ia menyoroti kepemimpinan Menteri Yandri Susanto yang dikenal energik dan gemar blusukan untuk mendengar langsung aspirasi warga, guna mencari solusi terbaik dengan melibatkan berbagai pihak.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Desa PDTT memiliki visi “3T”: Terbaik, Terbanyak, dan Tercepat dalam mewujudkan program pembangunan desa, memastikan tidak ada masyarakat yang tertinggal dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.
Menteri Desa PDTT, H. Yandri Susanto, S.Pt., M.Pd., menyampaikan apresiasinya terhadap program-program pengentasan kemiskinan di Bojonegoro seperti Gayatri, Domba Kesejahteraan, dan Lele Keluarga. Ia juga menyoroti besarnya Dana Desa di Bojonegoro yang mencapai Rp 400 miliar setiap tahun, di mana 20% dapat dialokasikan untuk program ketahanan pangan. Menteri Yandri mendorong desa-desa untuk memanfaatkan Dana Desa guna mewujudkan swasembada pangan dan mendukung program makan bergizi gratis pemerintah.
Mengenai Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan Koperasi Desa (Kopdes), Menteri Yandri menjelaskan bahwa keduanya dapat berjalan beriringan. Bumdes dapat memanfaatkan Dana Desa sebagai modal tanpa pinjaman, sementara Kopdes dapat mengakses permodalan dari bank.
Ia menyarankan agar unit usaha simpan pinjam di Bumdes dialihkan ke Kopdes, namun menegaskan bahwa tidak ada Bumdes yang akan dimatikan. Program-program prioritas Kementerian Desa meliputi Desa Wisata, Desa Ekspor, Koperasi Desa Merah Putih, dan Swasembada Pangan. Ia berharap Bojonegoro dapat mandiri dalam pangan, dengan Bumdes berperan menampung hasil panen petani dan Kopdes menyediakan modal tanpa agunan hingga Rp 3 miliar.
Kepala Dinas PMD Provinsi Jawa Timur, Budi Sarwoto, mewakili Gubernur Jawa Timur, melaporkan bahwa Pemprov Jatim telah berkolaborasi dengan UB dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui program Puspa Jatim (Pemberdayaan Usaha Perempuan) dan Pendawa Desa (Pendampingan Kewirausahaan Desa).
Ia juga menyampaikan kemajuan Bumdes di Jawa Timur, di mana 4.037 dari 6.756 desa memiliki Bumdes berbadan hukum, serta terbentuknya 52 Bumdesma (Badan Usaha Milik Desa Bersama) dan 44 kawasan perdesaan, termasuk di Bojonegoro dengan komoditas unggulan jagung di Kecamatan Sekar.
Kepala Desa Sidobandung, Sukijan, berterima kasih atas dukungan pengembangan wisata dari Pemprov Jatim dan berharap arahan lebih lanjut untuk desanya. Bumdes Sidobandung telah memiliki enam unit usaha, meliputi wisata BABO, simpan pinjam, air bersih, hibah, dan pasar desa.
Sukijan juga menyoroti kebutuhan petani akan pupuk dan air untuk meningkatkan produksi pertanian, berharap dukungan dari Kementerian Desa dan program Kopdes Merah Putih dapat memajukan Bumdes Sidobandung dan membantu masyarakat.
Acara ini ditutup dengan harapan agar kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan akademisi ini terus berlanjut dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat desa di Bojonegoro dan seluruh Indonesia. (Prokopim)