TUBAN – Pertambangan Pasir Silica di Dusun Bawi, Desa Hargoretno, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, semakin meresahkan masyarakat dan menjadi sorotan, serta semakin menuai tanda tanya besar bagi seluruh lapisan elemen masyarakat Jawa Timur.
Pasalnya, pada hari Minggu (04/08/2024) sebelumnya, telah di police line dan dilarang beroperasi dikarenakan terganjal perijinan, tapi kini kabarnya mulai buka dan beroperasi kembali. Sedangkan dari legalitas belum ada kejelasan, terkait pertambangan tersebut yang diduga ilegal.
Dari penelusuran investigasi awak media, pertambangan pasir silica yang diduga ilegal tersebut telah beroperasi kembali tepat pada HUT RI ke-79, Sabtu (17/08/2024).
Menurut informasi dari warga, pemilik pertambangan tersebut merupakan oknum Kasubdalops berinisal ‘SP’ dengan pangkat AKP yang berdinas di Polres Tuban.
Ia mengatakan kepada awak media, agar Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur dapat turun ke lokasi untuk mengecek dan menghentikan pertambangan ilegal itu, sehingga dapat mengungkap secara jelas dalang di balik pelaku pertambangan ilegal.
“Kepada Ditreskrimsus Polda Jatim agar segera dapat turun ke lokasi supaya bisa tau secara jelas dalang di balik pelaku pertambangan. Tidak hanya itu saja, pelaku supaya di hukum seberat-beratnya sehingga dapat membuat efek jera pelaku tambang ilegal,” harapnya.
“Jangan ada tebang pilih dalam penindakan, seharusnya APH (Aparat Penegak Hukum) dapat memberikan contoh yang baik kepada warga, bukan malah menjadi pelaku atau beking terhadap pertambangan ilegal,” imbuhnya.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Tuban AKP Rianto ketika dilapori aktivitas pertambangan ilegal oleh para awak media melalui pesan Whatsappnya menyampaikan, terima kasih dan akan segera menindaklanjutinya.
“Terima kasih atas infonya, dan segera ditindak lanjuti,” jawabnya.
Berdasarkan pasal 160 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UUPMB) disebutkan, setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Namun kenyataannya tindak penambangan diduga tanpa ijin produksi masih terjadi.
Dari hasil penelitian ilmiah diketahui bahwa penyebab terjadinya tindak pidana penambangan pasir tanpa ijin produksi adalah karena faktor ketidaktahuan tentang peraturan perundang-undangan, ekonomi, kurangnya sosialisasi tentang pertambangan, dan kurangnya kesadaran hukum pada masyarakat, sedangkan penjatuhan pidana terhadap pelaku dilakukan dengan cara penjatuhan dakwaan berbentuk subsidaritas, dengan dakwaan primer dan dakwaan subsidair.
Sedangkan upaya yang dilakukan dalam penanggulangan terhadap perkara tersebut meliputi beberapa usaha yaitu, usaha preventif dan usaha represif. Penegakan Hukum dalam tindak pidana penambangan pasir tanpa ijin seharusnya dilakukan secara optimal dan tegas. Dan hukuman pidana diberikan kepada pelaku tindak pidana penambangan pasir tanpa ijin harusnya dapat memberi efek jera sehingga pelaku tidak mengulanginya kembali.
Untuk aparatur hukum dan instansi yang berwenang terhadap pertambangan supaya menjelaskan tentang penyeluruhan hukum, agar masyarakat mengerti dan memahami. Agar masalah yang di hadapi tentang tindak pidana penggalian pasir tanpa ijin dapat di atasi.
Disamping itu, meskipun merasa aman tapi tambang tanpa ijin juga merupakan pelanggaran hukum yang serius. Sesuai dengan regulasi, PETI (Pertambangan Tanpa Izin) melanggar Undang-Undang No. 03 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasal 158 UU tersebut mengatur bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (Er)