BudayaPeristiwa

Umbul Dungo Ruwat Nuswantoro: Spirit Persatuan dan Budaya dari Kayangan Api Bojonegoro

liputanbojonegoro637
×

Umbul Dungo Ruwat Nuswantoro: Spirit Persatuan dan Budaya dari Kayangan Api Bojonegoro

Sebarkan artikel ini
B1af4944 9d61 49bb acaf e680bd4ad65d

BOJONEGORO – LIPUTANBOJONEGORO.COM || Menyambut bulan Suro dan tahun baru islam 1447 Hijriyah, Majelis Dzikir Jeng Sunan menyelenggarakan acara  Umbul Dungo – Ruwat Nuswantoro pada Sabtu, (19/07/2025), di kawasan sakral Kayangan Api, Bojonegoro. Acara ini menjadi ruang spiritual sekaligus budaya yang mengajak masyarakat untuk menyatukan kembali unsur-unsur kehidupan melalui jalan dzikir, doa dan kearifan lokal.

Mengusung semangat ruwatan dan doa lintas makna, acara ini berlangsung sejak pagi hingga malam hari, diawali dengan Kirab Bendera Merah Putih, pemeriksaan kesehatan Gratis dan bazar UMKM lokal. Sementara malam harinya dilangsungkan Umbul Dungo yang dipimpin langsung oleh KH. Hartoto, pendiri Majelis Dzikir Jeng Sunan, disertai pementasan Tari Panembromo, Tari Sufi, Sandur Bojonegoro, serta Wayang Beber sebagai simbol perenungan dan pemaknaan spiritual Jawa.

Acara dibuka oleh panitia pelaksana, drg. Sofiyan yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa Umbul Dungo – Ruwat Nuswantoro bertujuan untuk menyatukan unsur-unsur yang selama ini terpisah — sosial, budaya, politik, agama — dalam satu ruang kebersamaan.

Ia juga menekankan bahwa unsur api abadi yang terdapat di Bojonegoro memiliki makna mendalam: bukan sebagai simbol perpecahan, tetapi api yang menyatukan, yang menjadi kekuatan dasar Ruwat Nuswantoro. Bojonegoro sebagai daerah dengan unsur api tertua menjadi titik awal spiritual yang tepat bagi dimulainya gerakan ruwatan nasional.

>*”Jika semua unsur bersatu, maka bangsa ini akan kuat. Semoga dari Bojonegoro ini, doa dan semangat kita menjalar ke seluruh penjuru Nusantara,”* ujarnya singkat.

Wakil Bupati Bojonegoro, Ibu Nurul Azizah, yang hadir secara langsung, menyampaikan bahwa Bojonegoro adalah tempat yang tepat untuk menjadi awal dari Ruwat Nuswantoro. Ia menyebut bahwa Kayangan Api bukan hanya sakral secara spiritual, tetapi juga memiliki sejarah panjang — tempat para empu menempa keris dan kini Bojonegoro juga menjadi penopang 30% produksi minyak nasional.

> *“Ruwatan membuang sengkolo, Umbul Dungo adalah doa yang naik ke langit dari hati yang bersih. Kita doakan Indonesia aman, Bojonegoro sentosa. Kami, Pemerintah Kabupaten, mengucapkan terima kasih dan mendukung acara ini berkelanjutan,”* pungkasnya.

Sebagai penutup acara, KH. Hartoto selaku Ketua Pusat Majelis Dzikir Jeng Sunan menyerahkan tumpeng secara simbolis kepada Wakil Bupati, sebagai wujud doa dan titipan kesejahteraan rakyat Bojonegoro.

> *“Semoga Bojonegoro selalu gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo,”* ujar beliau.

Dengan menyatukan unsur spiritual dan budaya lokal, Umbul Dungo – Ruwat Nuswantoro di Kayangan Api Bojonegoro membuktikan bahwa doa, budaya dan persatuan adalah kekuatan utama bangsa ini. Dari api yang menyala tanpa henti, semangat kesatuan dan kebangkitan Nusantara kembali dinyalakan.

Majelis Dzikir Jeng Sunan mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga tradisi, melestarikan budaya dan menguatkan doa demi Indonesia yang damai, kuat dan bermartabat.